Minggu, 18 Oktober 2015

Sudah Saatnya ~

Aku ingat.
Suatu ketika kau menceritakan bahwa kau sudah memiliki calon perempuanmu, seketika itu pula aku menarik nafas panjang sekali. Lalu kuhembuskan perlahan. Ada yang mencekat dileherku.

Sudah saatnya aku berhenti rupanya.
Sudah saatnya aku untuk memilih menetap dihati yang saat ini memilihku menjadi calon perempuannya.

Cerita kedua, ketika dengan semangatnya kau menceritakan tentang bagaimana proses yang harus kau lalui untuk menjadikannya perempuanmu, seketika itu aku tersentak. Aku terbangun dari harapanku. Harapanku untuk masuk menjadi calon perempuanmu.

Menceritakannya dengan begitu antusias, ada luka yang sedikit menggoresku. Aku bahagia, sekaligus terluka. Aku terlalu mahir menjadi secret admirermu rupanya. Atau, aku terlalu mendalami peranku sebagai sahabat yang diam-diam menyimpan rasa -- menurutku.

Aku membaca keseluruhan ceritamu. Memaksakan diri ikut berbahagia atas bahagiamu. Waktuku sudah habis rupanya. Sudah saatnya aku berhenti memainkan peranku. Sudah saatnya aku melepasmu, dan Sudah saatnya aku kembali pada hati yang terlampau dalam memilihku menjadi calon perempuannya-- sekarang.

Selasa, 25 Agustus 2015

Aku Memilihmu

Aku ingat waktu itu
Empat tahun yang lalu. 
Pertama kalinya aku harus mengeluhkan diriku karena mulai lemah tanpamu. setelah itu keluhan dan keluhan terus saja menemaniku. Sungguh.. saat itu mungkin seharusnya aku sudah memutuskan untuk betul-betul mendekatimu dan berjuang mendapatkanmu.

Ditahun pertama, seingatku aku masih baik-baik saja meskipun tak sepenuhnya baik. Orang-orang masih menganggapku normal. Meski sesekali aku tahu kalau aku sebenarnya sudah harus memilikimu. Namun sayang, orang tuaku sungguh melarang kita. Baginya kau bisa lebih merusakku. Bisa lebih melemahkanku. Sungguh ironi.

Ditahun kedua, perlahan aku mulai melemah. Buku-buku pelajaran, novel, kuliah, papan pengumuman tak lagi menjadi daya tarik buatku. Kenapa? Karena kau tak ada. Kau tidak menemaniku saat aku betul-betul membutuhkanmu. Aku harus bersusah payah berjuang sendirian meski aku tahu bukan hal sulit bagiku untuk memilikimu. Tapi, sekali lagi alasannya adalah orang tuaku. Mereka masih melarang kita. Mereka masih melarang aku untuk memilihmu.
Ditahun ketiga, (mungkin) aku sudah mulai terbiasa tanpamu. Tapi tetap saja aku ingat bahwa itu hal yang menyulitkanku. Terlepas dari cemoohan para teman yang sudah mulai menganggapku semakin lemah karena tak ada kamu, aku terus saja berjalan. Meski dengan sejumlah kesulitan tentu saja. Hidup normal tanpamu termasuk hal sulit bagiku. Malam-malam kulalui dengan kesulitan tanpamu. Tapi apa dayaku. Sungguh. Orang tuaku masih melarangku untuk memilihmu.


Ditahun keempat, dibulan September tahun lalu. Aku masih mengingatnya jelas. Aku memilihmu. Aku tidak lagi peduli pada kata Ayahku yang menyuruhku untuk tetap bertahan tanpamu. Sebelum aku memilihmu, sungguh sudah terlalu banyak kesulitan yang kulalui. Apalagi pada saat ini, aku sangat membutuhkanmu. Aku benar membutuhkanmu untuk membantuku menyelesaikan semua tugas diklatku. Aku membutuhkanmu untuk membantuku memperjelas penglihatanku. Aku membutuhkanmu sebagai kebutuhan harianku. Tanpamu aku sungguh lemah. Meski kata orang, sekali aku menggunakanmu maka penglihatanku perlahan melemah, tapi biar saja. Itu kata orang, karena aku sudah memilihmu. Iya… Aku memilihmu..! Melupakan larangan orang tuaku. Melupakan apapun kata orang-orang. Karena aku lebih membutuhkanmu. Dan, sekarang aku memilikimu…. Yeay..! aku memilikimu my Nike glasses.. dan aku tau hanya kaulah satu-satunya yang bisa menyelamatkanku dari blurnya penglihatanku.  

Jumat, 21 Agustus 2015

Pulas sekali #rasa takut 3

Aku ingat malam itu.
Kelam sekali. Aku begitu takut. Dan mungkin saja sudah beralih kepada ketakutan.
Malam itu,
Detik waktu berjalan sangat lambat. Aku terjaga hingga larut. Kejadian yang hanya berselang 4 jam menerorku terus menerus. Mataku sembab bukan main. Nafasku tercekat. Aku tidak mampu memejamkan mataku. Aku begitu takut sekali. Untuk pertama kalinya aku merasakan takut seperti itu –aku berharap itu cukup sekali—lututku dingin bukan main. Saat itu, aku berharap pagi tak datang. Biarkan saja terus larut malam. Aku berharap waktu berhenti saat itu. Aku tidak ingin melihat hari esok dan aku sama sekali tak ingin bertemu siapapun.
Ntah sudah pukul berapa. Aku tidak peduli lagi pada waktu. Aku baru saja dipukul jatuh. Tersungkur ditanah. Begitu keras pukulannya hingga tak tersisa lagi sedikitpun tenaga untukku bangkit kembali. 
“tenanglah.. Tuhanmu maha adil. Maafkan saja dirimu, dan tidurlah” bisik hatiku.
“Tuhan, peluk aku.. Kumohon”
“Tidurlah. Besok saat kau terbangun, kau akan tahu hadiahKu untukmu”

*****



*Hari berjalan, hingga tak terasa sudah empat  bulan lebih aku tertidur pulas sekali. Sampai suatu waktu, Tuhanku membangunkanku. Rupanya Ia menghadiahkanku sebuah kado. Indah sekali. 

Takut

Kau tau seberapa sering aku mengalami rasa takut?
Mungkin sesering aku menghela nafasku.
Aku terlampau punya banyak stok rasa takut.
Takut terhadap Tuhan. Takut pada hal yang berbau horror. Takut aku tak bisa menghadiahkan surga pada kedua orang tuaku dan terakhir mungkin aku sedikit takut pada masa depanku (masa depan kita).
Aku punya banyak alasan untuk takut. Ntah kenapa aku memeliharanya. Aku pun tak tahu.
Mungkin karena aku mengumpulkan banyak rasa khawatir yang semestinya tak perlu ada. Bukankah kekhawatiran hanya milik orang yang tak yakin?
Hmm..
Jangan tanyakan kapan aku terakhir berbagi rasa takut
Sudah terlalu sering. Tentunya pada Tuhanku. Kadang-kadang, Tuhanku menyelipkan rasa damai diantara sejumlah takutku didalam tidurku. Kadang pula, aku harus menggigil takut sampai dini hari karena belum mendapat jawabanNya. Mungkin seperti itulah cinta sesungguhnya. Terkadang membuat kita damai, terkadang pula harus seharian terjaga karena sesak yang tertumpuk di dada.


Rabu, 19 Agustus 2015

(mungkin) ketakutan-ketakutan yang sesungguhnya adalah ketika kita tidak mampu dan menolak untuk mencoba suatu hal yang baru yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. 

Rabu, 12 Agustus 2015

Alasan Syukur #Bahagia3

Apa yang membuatmu tersenyum dipagi hari?

Hmm.. apa yaah?

Mungkin karena aku selalu mengucap syukur ketik terbangun dari tidurku, aku masih menerima ucapan selamat pagi dari seseorang, aku masih menyadari bahwa hari ini aku ditunggu oleh pekerjaanku, dan juga karena aku menyadari kalau keluarga selalu menantikanku untuk pulang.

Sesederhana itu?

Iyaa.

Tersenyum tak perlu alasan yang spesifik, bukan? 


Yang aku tahu setelah bersyukur, aku bisa tersenyum menjalani hari. :)  

Alasan syukur #bahagia2


Selamat pagi lelakiku.

Hari ini mungkin aktifitasmu pun seperti biasanya. Ngantor, istirahat, lalu menghabiskan waktu bermain dengan cucu tersayangmu.

Banyak yang sering menanyakan mengapa aku begitu mencintaimu. Ah, mereka hanya melihat dengan kasat mata lalu kemudian membuat pendapatnya sendiri. Egois bukan? Tapi, mari kita biarkan saja mereka melakukan itu. Toh, aku memang senantiasa selalu dan sangat mencintaimu.

Lelakiku,
Seingatku, dalam perjalanan hidupku kau hanya kecewa padaku sekali. Iya, hanya sekali - seingatku, dan semoga itu saja - .
Aku berharap sekarang ini, kau sudah cukup bahagia –meski seharusnya jangan seperti itu—melihatku berdiri di “sepatuku” sekarang. Aku ingat betul, suatu ketika saat kau menantangku untuk mengalahkanmu. Sayangnya, pertandingan itu sekarang (mungkin) tak lagi seimbang. Kita bermain di zona yang berbeda sekarang. Kalau kita melihat di satu sisi yang paling penting, tentu saja aku sudah bisa mengklaim diriku sudah menang. Tapi, sebaiknya jangan. Aku tidak ingin berpuas diri. Aku masih ingin mengalahkanmu dari segala sisi, seperti yang kau inginkan.  

Lelakiku, sudah cukup panjang perjalanan kita.
Sudah 23 tahun pula kita merayakan hari jadi bersama. Selalu special yaa? Kita selalu menua bersama. Aku masih punya hutang banyak padamu. Masih punya banyak hal yang harusnya kulakukan namun sekarang masih belum bisa kulakukakan untukmu. Ahhh, waktu berjalan terlalu cepat rupanya. Semoga saja tahun depan dihari ulang tahun kita, aku bisa memberikan kado yang selama ini kau impikan.

Lelakiku,
Aku ingin mengabarkan padamu kalau ada seorang lelaki pula yang membersamaiku. Aku tidak ingin membandingkannya denganmu, karena jelas kaulah pemenangnya. Aku hanya ingin mengatakan, semoga pilihanku ini tak mengecewakanmu. Apapun keputusanku kelak semoga tak pernah lagi mengecewakanmu. Aku ingin sepenuhnya mendapat ijin darimu dan aku ingin kita –aku,kamu dan dia—akan berjalan bersama, bercengkrama bersama seraya membunuh waktu. Lelaki itu sudah kau kenal bukan? Tentu saja kau sudah tahu tentangnya. Kau jago membaca seseorang, kan? Kuharap, dimatamu dia seperti yang aku lihat.

lelakiku,
sepanjang apapun tulisan ini, tidak akan pernah mampu memuat rasa bahagiaku karenamu. Aku selalu bersyukur karena menjadi bagian darimu. Selalu berterima kasih karena aku masih memilikimu yang selalu mengkhawatirkanku kapan saja. Heheehehe.


Selamat bekerja lelakiku, mari kita membunuh waktu bersama sesering mungkin. 

Rabu, 05 Agustus 2015

Tempat Aku Pulang

“Apa arti keluarga menurutmu?” Tanyamu suatu ketika, dulu.
“hmm. Apa yaaah.. Mungkin tempatku pulang” jawabku sekenanya.
“Kalo menurut kamu?” tanyaku.
“kalo aku sih keluarga itu yaa kamu” katamu.
Aku mengernyitkan dahi.
“Aku sepakat denganmu. Keluarga adalah tempat untuk aku pulang. Tapi, kau taukan kalo keluargaku tidak seperti keluargamu?”
Aku semakin bingung.
“Keluarga buatku selayaknya seperti keluargamu. Menjadi satu seperti tubuh. Saat ada yang sakit, bagian tubuh yang lain juga ikut merasakan. Ada ikatan.”
Hmmm…
“Boleh aku menjadi bagian dari keluargamu?”
Tatapanku memicing ke arahmu.
“aku ingin kau menjadi keluargaku. Tempatku untuk pulang. Tempatku untuk menumpahkan semuanya.”
“Yam…”
“nantinya kalaupun kita jarang ketemu, aku selalu punya alasan untuk pulang, karena kamu”  



--Percakapan tempo dulu--- denganmu, ditempat rahasia kita--

Senin, 03 Agustus 2015

Rumah

Hey, apa kabar kalian? Tadi pagi aku menengok rumah kita sebentar. Tak ada aktifitas berarti di rumah kita. Sudah berapa lama yaa kita meninggalkan rumah? Aku sudah mulai lupa saat terakhir kali kita bercengkrama di rumah kita. Sejak perpisahan hari itu, rumah kita menjadi sepi. Tak banyak aktifitas lagi yang kita lakukan. Hanya sesekali kita bertegur sapa. Seingatku, rumah kita hanya akan rame jika salah satu diantara kita sedang galau atau saat kita berbagi kabar bahagia yang terlalu egois jika kita rasakan sendiri. Tapi, tak apalah rumah kita sepi. Toh, kita memastikan diri selalu ada saat salah satu diantara kita sedang menggalau karena cinta atau karena terluka. Keluarga selalu seperti itu kan? Selalu ada, dibutuhkan atau tidak. Selalu ada meski hanya berwujud nama dalam rumah chat kita. Terima kasih telah menjadi keluarga, meski tanpa pernah kita meminta. 

Tangkuban 12, Udiklat Cibogo, Bogor, Oktober 2014
Unbiological Sister 







Kamis, 07 Mei 2015

Dua hari tujuh bulan dari tanggal 05 Oktober 2014.
Dan lima hari empat bulan dari tanggal 02 Januari 2015.
Lima hari telah berlalu dari tanggal 02 untuk bulan Mei ini. Tanggal ini tidak berarti tapi kadang jika aku menyadarinya maka tanggal ini sedikit membuatku berubah melankolis.
Tanggal dua diawal tahun waktu itu, lewat telpon genggam yang sekarang mengklaim dirinya “smart” aku dan kamu memilih untuk berjalan sendirian.
Ini sudah bulan ke empat kita berjalan sendirian. Kita sudah sangat jauh berjalan ternyata, Aku mengakuinya.
Berjalan sangat jauh dengan arah kita sendiri, dengan bahagia kita masing-masing. Meski terkadang masih sering satu dua kali kita saling memamerkan kehidupan bahagia yang sudah kita temukan.
Rasanya menyenangkan melihat kita yang sekarang. Aku dengan hidupku sendiri dan kamu dengan kehidupanmu sendiri, menjadi teman.
“Kalau nanti kita bertemu disimpang jalan, sapa dan berikanlah aku senyum manismu yang juga akan kubalas dengan senyum termanisku yang dulu sangat kau sukai” J

Senin, 30 Maret 2015

Talas Cibogo


Dua kata yang sangat menggambarkan kota Bogor. Bogor yang terkenal dengan kue bolu talasnya yang yummi. Sedang cibogo adalah salah satu daerah dikota Bogor yang letaknya berada di jalur menuju puncak.

Tapi, dua kata diatas (Talas Cibogo) bukan sekedar kata buatku, dan mungkin juga bukan sekedar kata biasa bagi keenam temanku. Talas Cibogo merupakan singkatan dari Tangkuban Dua Belas Cibogo, tempat dimana aku dan keenam temanku disatukan dalam sebuah ruangan dengan tujuh tempat tidur yang kami sebut kamar. Tangkuban Dua Belas bisa dikatakan formasi yang sempurna. Aku-yang paling muda, jahil, rame dan menggemaskan-, Zombie (Risti)-anak Jakarta yang resenya luar biasa, apalagi kalau ketemu aku. Iblisnya keluar. Hahaha-, Kak Erni-Sosok yang paling dewasa dan paling alim diantara kami-, Mba Fariha-pipi bakpao yang baik hati dan pengertian-, Unii Ann-rocker dan emaknya Lazada-, Kak Iis-tetuah Talas Cibogo tapi badannya paling kecil diantara kami semua,- dan Kak Ayu-Syahrininya kami yang hobi banget kami bully sebelum tidur. Belum tenang tidur kami sebelum membully kak Ayu. Hahahaha.

Talas cibogo dihuni oleh empat orang suku Makassar (Aku, Kak Ayu, Kak Iis dan Kak Erni), dua orang suku Jawa (Mba Fariha dan Risti, Tapi Suristi besarnya di Jakarta-katanya) dan seorang lagi suku padang (Uni Ann). Bertujuh kami disatukan dalam satu kamar selama tiga bulan. Minus Risti yang hanya bisa dihitung jari bersama kami. Tiga bulan di Talas cibogo dengan macam-macam karakter didalamnya sukses membuat kami menjadi sangat akrab dan sekarang menjadi seperti keluarga. Merindukan dan dirindukan, begitulah adanya. Aku selalu merindukan mereka. Teman terbaik dalam enam bulan terakhir ini. 

Aku selalu merindukan saat dimana setelah apel malam dan sebelum tidur, kami selalu membully jomblo. Ngakak ngga karuan karena baca meme komik, atau sekedar saling adu kelihaian mencari meme yang bisa buat kami ngakak. Masih hangat dalam kepalaku saat kami ga habis-habisnya ngakak ketika meme-meme AADC line bermunculan. Sampai pada meme terakhir yang sukses membuat kami saling memanggil dengan panggilan bencong. Hahahaha

Talas cibogo punya setumpuk cerita yang sampai saat ini masih mampu membuatku tertawa cekikian ketika mengingatnya. Dan sampai sekarang masih mampu membuatku tertawa ngakak ketika membaca beberapa chit chat di grup whats app. Meski keseringan aku jadi bahan bullyan-apalagi kalau ada Suristi- tapi dari bullyan itulah kami menjadi sangat dekat. Kadang, mereka juga jago ngasih solusi, terutama solusi move on. Tapi,, yaaa gitu deh. Terima nasib dibully dulu. Hahaha. Karena salah satu personil Talas Cibogo pula, aku menemukan kembaran (apa jodoh yaa?) yang sampai sekarang hanya mampu kulihat melalui neon box di Bandara. J

Yah, begitulah adanya. Talas cibogo dengan setumpuk arti luar biasa bagiku. Aku merindukan kalian dan kalian merindukanku. Salam kangen dari adik paling muda, hahahahaha


Miss you Zomb, Kak Erni, Mba Fariha, Uni Ann, Kak Iis, dan Agumon Kak Ayu. Sukses ditempat kalian masing-masing. Suatu saat aku berharap Tuhan mengijinkan kita bertujuh berkumpul kembali disuatu tempat.

Yang sangat merindukan kalian untuk dibully. 
@ratihlaenkjohor























Jumat, 27 Maret 2015

Move On

Aku pernah iri melihat seorang teman terbaikku dapat menunggu orang yang pernah bersamanya dengan begitu sabar. Ia menunggu dengan sejumlah kerinduan yang terlalu banyak tak tersampaikan. Ketika kudengar secara langsung dan menyeluruh tentang seseorang yang Ia tunggu, aku kembali iri padanya. Lelaki yang memang sangat pantas untuk ditunggu ntah untuk empat atau bahkan sepuluh tahun. Tapi, tentu saja dengan catatan bahwa seseorang itu bakalan datang kembali.

Sekarang, cerita berbalik.

Teman terbaikku itu tengah mencemburuiku yang dapat dengan mudahnya melupakan seseorang yang baru saja bersamaku. Bukan hal mudah berdiri di tempatku sekarang. Konsisten untuk move on itu jauh lebih sulit dibanding ujian Perencanaan Pondasi yang pernah kuikuti. Keinginan untuk benar-benar melupakan dan mengikhlaskan seseorang yang tidak lagi ingin bersama itu memang sulit. Apalagi ketika rasa kangen menegur. Ah.... itu sulitnya luar biasa.
Tapi, sekarang saya sudah berdiri disini. Ditempat saya, dimana hati saya telah berdamai dan telah menerima kenyataan kalau saya memang ditakdirkan tidak dalam suatu hubungan khusus dengannya. Namun, berusaha untuk tetap menjadi teman akrab dengannya itu juga jauh lebih sulit. Berusaha keep on contact. Apalagi kalau doi masih sering ngasih perhatian yang bisa dibilang ga pantes lagi. Tapi, karena niat saya bener-bener mau ngikhlasin seseorang yang menurut Allah ga baik buat saya, jadi deh saya sekarang. Saya dan dia tetap berteman baik. Tetap perhatian satu sama lain dalam konteks yang berbeda dan tentu saja ada batasnya. Intinya sih kita berdua sepakat untuk jaga silaturrahmi. Karena pertemanan itu mahal.

So, keep on your shoes my friend. Konsisten move on pasti bisa dijalani.


Toh, JODOH PASTI BERTEMU jika ALLAH sudah putuskan waktu baiknya. Ga ada yang terlalu cepat dan ga ada yang terlambat. Semuanya sudah disiapkan oleh ALLAH sesuai dengan waktunya masing-masing. Hehehehe