Selasa, 31 Januari 2017

Satu harta yang saya banggakan (1) : Ramadhan Kaffah

Ramadhan Kaffah.

Saya mengenalnya di tahun 2015. Saat itu Dadan (Panggilan Ramadhan) datang bersama seorang teman angkatannya yang bernama Syaiful Fuad dan bergabung bersama kami menjadi keluarga besar PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Bakaru. Di waktu perkenalan itu, Dadan terlihat jauh lebih sopan, memanggil saya dengan sebutan Bu sebelum nama saya pada saat itu.
Perjalanan pun dimulai. Karena proyeksi penempatan kami sama yaitu tetap di Kantor Sektor, maka hubungan pertemanan muncul begitu saja. Ditambah beberapa teman lainnya yang turut menjadi anggota keluarga besar yang baru, kami pun tergabung dalam grup “Campur Sari Muda Mudi”. Grup absurd yang berisikan anak kelahiran 90-an yang menerima rejeki ditempatkan jauh dari rumah (kecuali Hajar).

Well, mari kita lanjutkan soal Ramadhan. Tulisan ini sebenarnya hadiah ulang tahun buat Dadan di tahun 2016. Tapi inspirasi tak kunjung mendatangi dan baru bisa saya kerjakan hari ini.
Ramadhan, salah satu teman perjalanan yang seru. Kalau kamu melihat Dadan sekali, kamu pasti hanya menyimpulkan bahwa Dadan anak yang baik dan ramah. Sayapun mengamini. Jiwa adventure Dadan memang lebih besar. Bukan hanya laut, gunung pun dia suka (tidak seperti saya yang belum pernah mencoba naik gunung). Dia lebih senang naik gunung dibanding main ke Pantai. Katanya, itu karena turunan dari Ayahnya yang juga sangat hobi naik gunung. Dan mungkin karena kami sama-sama suka explore tempat baru, maka jadilah kami teman ngobrol yang seru. Membicarakan tempat baru, pengalaman perjalanan masing-masing sampai ke soal tulis menulis menjadi bahan obrolan kami. Bisa dibilang, Dadanlah orang pertama di Kantorku yang mengetahui kalau saya sering menulis di blog dan memiliki sebuah blog. Dan karena hal itulah dia pengen banget jadi sumber inspirasi dari salah satu tulisanku. Hahahaha

Jika biasanya orang yang senang mendaki gunung, pasti senang berolahraga. Maka saya bisa kategorikan Dadan kebalikannya. Meski suka mendaki, Dadan sangat malas jika diajak berolahraga. Berbagai macam alasan sering dilontarkan. Jika di hari kerja, alasannya karena kerjaan, maka di week end alasan utamanya adalah nge-gosok (menyetrika) dan nyuci (mencuci). Dadan juga termasuk orang yang susah kamu temui di waktu pagi hari saat week end. Ketika kami semua sudah nongkrong manis dan syantik di Warkop Om Akong (warung kopi sederhana favorit kami) maka Dadanlah satu-satunya yang masih molor di Kamar kosnya. Absen pembangkit (apel malam dengan pacar) sampai larut yang dia lakukan sering menjadi bahan becandaan kami ketika kami sedang kongkow bareng.

Soal pekerjaan, Dadan bisa dibilang produk BPP banget (maaf ini ga bisa dijelasin). Dadan sangat teratur soal pekerjaan. Terperinci, hingga anak lulusan D3 sepertiku terkadang tidak ingin mengikuti polanya. Meskipun saya juga ingin sekali mengikuti pola kerja Dadan, tapi sebagai lulusan D3 yang memang diciptakan take action banyak, dan berpikir ntar aja maka kami sering ga match. Bisa dikatakan Dadan adalah tipe orang yang sangat patuh terhadap suatu konsep, sedang aku termasuk orang yang akan memilih memotong beberapa tahapan jika memang bisa cepat terselesaikan. Karena pola kerja Dadan yang seperti itulah menjadikan Dadan sebagai man of the match dibanding dengan aku dan yang lainnya. Menjadi man of the match, yang actually bisa dikategorikan bencana sebab akan menjadikanmu over load. Beban kerja Dadan jauh lebih banyak dari kami semua. Kebiasaannya yang tidak bisa menolak pekerjaan, menjadikannya seorang yang “diandalkan”. Hal ini kadang menjadi bahan obrolan saya dan teman yang lain. Kami merasa kasian, sebab bagi kami pekerjaan yang berlebih memang meningkatkan kompetensi, tapi juga bisa membunuh secara perlahan atau paling tidak dapat membuat kamu tampak 10 tahun lebih tua dari umur kamu. Dan seperti itulah kondisi Dadan.