Kamis, 16 Januari 2014

Memilih Keputusan

Bismillahirrahmanirrahim.
Sebuah keputusan akhirnya tercetus juga hari ini. Meski tentu saja masih disertai dengan gerimis yang membasahi pipi. Meski tidak bersama kata pasrah namun masih setia disertai dengan rasa sedikit “sakit hati”.

Memilih keputusan..



Selasa, 14 Januari 2014

Gips




“Masih yang dulu?” tanyamu.
“Keliatan yaa?” tanyaku balik.
“Belum sembuh jugakah?” tanyamu lagi.
“Untuk sementara yah harus pake ini. Sampai hasil dari dokter keluar” jawabku.
“Trus sudah minum obat?? Dokter bilang apa?? Hasilnya kapan keluar?” tanyamu lagi bertubi-tubi.
“Sudah. Dokter bilang tunggu hasilnya. Seminggu lagi mungkin” jawabku singkat.
“Makanya, kalau sakit langsung ke dokter. Jangan sok bilang masih kuaaattt”
“Iyya boosss...” kataku manja.

Ah.. Kamu.. Kenapa bisa seteliti ini...

Tahun Depan



“Mau kemana?” tanyamu.
“Beli air disana” jawabku.
“Bentar lagi aku sudah harus masuk. Duduk disini saja dulu” katamu pelan meminta.
Aku duduk disampingmu. Menatap lurus ke depan. Menyembunyikan kesedihanku karena harus kehilanganmu sebentar lagi.
“Berangkat ke australinya kapan?” Tanyaku
“Besok siang Insya Allah” jawabmu.
“Tahun depan kamu kayak gimana yah? Bisa makin tinggi ga?”
“Ya gaa mungkin laah.. Batasan tumbuh cewek kan sampai 20 tahun. Aku udah 21, Der” “Hahahaa.. oh iyya lupa. Kamu kan udah tua” jawabmu sambil tertawa.
“Sudah jam 1. Aku masuk yaa. Kamu pulang hati-hati. Nanti sampai soetta, aku telpon” katamu.
“Hati-hati di tempat orang. Jangan lalai lagi salatnya. Jangan lupa kabari aku”
“Siaaappp” katamu sambil melemparkan senyum.
Ahh.. senyum itu. Senyum yang khas darimu. Senyum yang mampu membuatku banyak bersyukur ketika melihatnya. Ahhh.. kamu.. senyummu.semoga bisa kembali kutemui di tahun depan. 
“Bye..”



#BelajarFlashFiction

Senin, 06 Januari 2014

Tentang Rasa



Sebuah keistimewaan bagiku mengetahui akan rasamu. Sebuah kehormatan pula bagiku bisa menerima perhatianmu. Tapi ijinkan aku bertanya, tentang rasa yang kau katakan  sudahkah kau yakini? Sudahkah kau tanyakan pada SANG PEMILIK rasa akan kebenarannya? Keputusanmu untuk menunggu sudahkah kau yakini sepenuh hati? Jika bersedia, aku hanya ingin menyarankanmu untuk merenungkannya kembali. Aku tidak ingin kau salah dalam mengambil keputusan. Aku tidak ingin kau salah dalam meyakini. 



Sabtu, 04 Januari 2014

Berharap



“Kabarnya gimana dek?” tanya seorang teman yang sudah menjadi abangku, di whats app.
“Baik bang.. Alhamdulillah” jawabku.
“Bukan nanya kabar kamu.. Kabar dia maksud abang” tulisnya.
“Ohh.. kabarnya baik kok bang. Dia sedang merindu sepertinya” balasku.
“Iyya. Abang tau. Abang pantau dia di TL kok dek.”
“Jadi kelanjutannya gimana?” tanya abang lagi.
“Menurut abang gimana? Yang abang liat gimana?” tanyaku balik.
“Abang liatnya kalian itu saling menyembunyikan. Sama-sama suka tapi ga ada yang ngomong”
“Kalian sudah punya hubungan?”
“Kejauhan itu maah..” jawabku.
“Jadi gimana dong? Masih sepeti yang dulu? Atau kalian diem-dieman?”
Pertanyaan abang combo kali ini.
“Kita diem-dieman bang” balasku singkat.
“Atau lebih tepatnya aku yang menghindar, Bang” gumamku dalam hati.
“Dooh.. kok bisa gitu? Ada masalah?”
“Hahaha.. ga ada kok abang..”
“Kamu jadi ngomong ke dia?”
“Ngga jadi bang. Dia juga ga pernah bilang. Teman-teman udah pada tau sepertinya dan itu ga nyaman buat saya. >,<”
“Jadi kamu ngarep dek??”
“NGGAAAA baaaanggg..! Saya ga ngarep” Balas ku segera setelah membaca pesan sebelumnya. 

Lama kutunggu balasan tapi abangku sepertinya sudah tertidur. Kubaca sekali lagi pertanyaan abangku yang terakhir. Hufft.. “Andai saja hanya aku yang berharap mungkin jauh lebih baik. Setidaknya aku tidak menyakiti orang lain dan hanya menyakiti diriku sendiri. Namun sayangnya, dia yang berharap padaku sementara aku sendiri malah mengharapkan orang lain” gumamku, berbicara sendiri pada hapeku. 


#BelajarFlashFiction 

Rabu, 01 Januari 2014

Keputusan Sementara


Keputusan sementara akhirnya tercipta juga. Keputusan yang terlahir dari sebuah keterpaksaan keadaan. 

30 desember 2013 kemarin, sebuah kabar tidak mengenakkan kudapatkan. Pukul 21.00, setelah berbicara panjang lebar dengan Bapak Kos, terpilihlah sebuah kata bahwa saya harus pindah. Sebuah kabar yang sangat tidak mengenakkan dimalam itu. Sangat tidak mengenakan lagi karena sehari sebelumnya saya sudah menerima kata “acc” untuk memperpanjang waktu di Makassar dari orang tua saya. Dua orang teman yang pada saat itu tengah makan malam bersama saya, tampak sedikit kecewa akan hasil yang saya dapatkan. Janji memberikan kabar gembira ke mereka ternyata batal seiring dengan lahirnya kata pindah tadi. Sambil menunggu mie ayam kami datang, saya dan juga kedua teman dekat saya tersebut mencari tempat ntah itu sekedar menitipkan barang milik saya ataukah sebuah tempat kos-kosan baru untuk saya. Akhirnya, setelah mencari beberapa solusi, diputuskanlah barang saya hanya akan dititip sementara sampai saya mendapatkan tempat baru. Dititip dimana? Dititipkan ke salah seorang teman yang baik hati, kalem dan betul-betul ditakdirkan sebagai penolong saya sementara. Kenapa saya sampai mengatakan hal itu? Karena pada jam sebelumnya, saya tanpa angin tanpa badai meminta nomor hape beliau untuk saya save --- saya bukan seorang yang mau meminta nomor hape dan sayapun termasuk dalam kategori orang yang sangat malas untuk menyimpan nomor hape. Pikiran saya waktu itu hanya sebatas ingin mengirimkan sms minta maaf dimalam hari (saya banyak dosanya ke beliau.red) sebelum tidur, tapi ternyata Allah maunya yang lain. Allah menakdirkan saya mengirimkan sms permintaan tolong ke beliau. --untuk mengetahui bagaimana saya sebelum mengirim sms minta tolong, silahkan tanyakan pada dua orang yang makan mie ayam bersama saya malam itu—(blush).