Jumat, 22 Februari 2013

Poltek dan Teknik Sipil Part 1


Kampus hitam.
Jika ada seseorang yang bertanya kampud hitam itu nama untuk kampus apa? Maka jawabannya tidak lain adalah kampusku tercinta. Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP). Kampus pencetak engineer. Hehehehe. Politeknik berada dalam kawasan Kampus Universitas Hasanuddin (UNHAS). Seperti kebanyakan politeknik pada umumnya, PNUP dulunya bernama Politeknik Unhas. Karena lokasinya yang masih berada dalam kawasan Kampus Unhas, pun sampai sekarang masih banyak orang yang mengatakan kalau PNUP adalah Politeknik Unhas. Untuk seorang Mahasiswi yang kuliah di PNUP, “kesalahan” ini masih bisa ditolerir. “Kesalahan” yang menurutku paling “fatal” yaitu jika ada orang yang menganggap kalau PNUP itu adalah Unhas. Meskipun kampusku berada dalam kampus Unhas, tapi aku sama sekali tidak rela jika beberapa orang mengatakan kalau poltek itu Unhas. Harus kuakui kalau Unhas memang sangat familiar di masyarakat. Tapi, jika dikatakan kalau Poltek itu adalah Unhas, aku sama sekali tidak rela. Mengapa? Tidak lain jawabannya adalah karena PNUP yaaa PNUP. Unhas yaa Unhas. Meski kampusku berada dalam Unhas, tapi, kampusku punya ciri tersendiri yang bahkan semua universitas dan PT di Makassar tidak memilikinya. System pembelajaran PNUP sama sekali berbeda dengan Kampus manapun di Makassar. PNUP merupakan sebenar-benarnya Perguruan Tinggi. Di kampus ini (PNUP), seluruh tata tertib sewaktu SMA masih berlaku. Kecuali, penggunaan seragam. Kampus ini, adalah kampus yang sangat tertib. Hampir semua hal kemahasiswaan diatur rapi. Di kampus ini, jika Anda terlambat 5 menit dalam perkuliahan, akibat yang Anda terima sangatlah besar diakhir semester. Terdapat istilah Kompen dalam kampus ini. Kompen yaitu bayaran atas ketidakhadiran mahasiswa dalam perkuliahan. Biasanya, kompen dilakukan sebelum libur semester. Dikampus ini, Anda sama sekali tidak dapat merasakan libur yang lama. Terkhusus jika anda adalah seorang anak Teknik Sipil. Kampus ini hanya memiliki libur sebulan. Itupun pastinya tidak dapat dinikmati secara penuh. Minggu pertama, Anda pastinya akan mengurus kompen, sambil menunggu seluruh nilai keluar. Minggu kedua, anda (mungkin) mengurus nilai dan blangko pembayaran. Jika terdapat nilai yang bermasalah, maka dengan terpaksa Anda harus mengikhlaskan minggu ketiga untuk mengurusnya. Maklum saja, dikampusku nilai D, dan E selalu menuntut untuk diulang. Belum lagi, jika status Anda LP (lulus Percobaan). Hmm, Anda (mungkin) harus mengikhlaskan libur Anda dikampus. Hehehehe.







Makan malam special



Alhamdulillah. Kata itu terus berulang-ulang kuucapkan setelah melihat menu makan malam yang terhidang di meja makan. Menu makan malamku hari ini yaitu konro. Salah satu makanan khas Makassar. Cukup special menurutku. Namun sayangnya, menu special ini tidak dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluargaku. 2 kakak laki-lakiku beserta istrinya tidak dapat hadir bergabung dengan kami di rumah. “Laenk, ambil disini punyamu” panggil ibuku dari dalam dapur. Punyaku memang sedikit berbeda dengan yang lain. Jika makan konro, sebagian besar anggota keluargaku meminta daging dan iganya yang banyak. Tapi, tidak buatku. Aku jauh lebih menyukai kuah dari konro itu sendiri. setelah mengambil pesananku, aku mulai meracik rasa di meja makan. Sepotong jeruk, garam secukupnya, serta daun bawang dan tak lupa sambal tumis yang banyak. Maklum, aku merupakan salah satu penggemar masakan pedas. Setelah rasanya pas, mulai kunikmati makananku bersama nasi. Hmmm,,, “Manyus” ucapku dalam hati. Berkali-kali kutambahkan nasi ke piringku. Melihat aku makan dengan lahap, Ba’baku (ayahku) dengan sengaja menambahkan beberapa tulang iga ke mangkukku. Aku hanya tersenyum, lalu melanjutkan makanku. “makanan ini tidak boleh disisakan” gumamku dalam hati sambil terus memasukkan kuah konro dan nasi ke mulutku. Setelah selesai makan, tak hentinya aku mengucapkan syukurku ke ALLAH SWT. Meski keluargaku tidak semuanya bisa berkumpul, tapi, aku tetap bersyukur akan menu makan malam yang special ini. J

#RatihLaenkJohor

Arc S


Beberapa minggu yang lalu, aku dengan sengaja meminjam hp milik Ba’ba (ayah) ku. Tujuanku meminjam hp tersebut yaitu untuk menemaniku untuk survey lokasi penelitianku. Jika ditanya apa hubungannya? Maka jawabannya adalah, aku membutuhkan titik pasti lokasi penelitianku. Berhubung hp milik ba’baku adalah smartphone, jadi itulah yang kupinjam untuk kugunakan. Kurang dari seminggu aku menggunakan hp tersebut, muncul berbagai macam tanggapan. Ada yang mengatakan kalau hp tersebut lebih cocok untuk Bapak-bapak dan adapula yang mengagumi hp tersebut. Reaksi paling keras muncul dari seorang teman lamaku. Teman satu-satunya yang mengetahui bahwa aku sangat menyukai ARC S milik ba’baku. Dia bahkan secara khusus memintaku untuk tidak lagi menggunakannya. Sejak awal dialah orang yang selalu mengingatkanku kalau ARC S sama sekali bukan hp yang cocok denganku. Meski berapa kalipun kutanyakan alasannya, dia tidak pernah sama sekali mau mengatakannya. Namun, setelah 2 hari kugunakan, akhirnya aku tau betul alasan mengapa dia memintaku untuk tidak menggunakannya. ARC S secara keseluruhan memang sempurna. Speknya sangat menjanjikan. Untuk kelas Android menurutku ARC S adalah android yang sempurna. Namun, dibalik kesempurnaannya, untuk ukuran seseorang sepertiku ARC S bisa dibilang sangat “Mewah”. Selain itu, ukuran ARC S yang sangat panjang dan lebar semakin membuatnya begitu “Wah”. Sangat tidak sesuai dengan ukuranku. Hal inilah yang membuat temanku tersebut melarang aku menggunakan hp tersebut. Hal yang baru bisa kusadari setelah menggunakannya. 

Jumat, 15 Februari 2013

Sertifikat....???


“ikutko seminar PU?” Tanya seorang teman kepadaku.
“Kemarin sudah daftar. Tapi, dilarang sama Pak Kajur ikut yang mau berangkat ke Singapur. Kan tanggal 27 kuberangkat. Baru Bimtek tanggal 25-27 Februari.” Jawabku.
Temanku tersebut mengangguk mendengar jawabanku.
“Sayang yah. Padahal ada sertifikatnya” Kata seorang temanku yang lain.
“Tapi kan dia di Singapur dapatji juga sertifikat dari Singapore Politeknik. Jauh lebih bagus tawwa” Jawab seorang teman mencoba membantuku.
Mendengar jawaban tersebut aku hanya tersenyum sambil menunduk. “Ini bukan soal sertifikat loh frend” Jawabku pelan sekali. Hatiku tak henti-hentinya mengamini jawabanku tadi. Yah, sekali lagi. Ini bukan hanya soal sertifikat. Tapi, menurutku lebih kepada pengalaman dan pembelajaran yang bisa kita dapatkan dari semua itu. Aku sama sekali tidak tertarik dengan sertifikat yang dijanjikan Singapore Politeknik setelah mengikuti KunIndusnya atau sertifikat yang dijanjikan Kementrian PU setelah mengikuti BimTeknya. Sama sekali bukan. Menurutku, sertifikat itu gampang dicari. Tapi, ilmunya yang susah didapatkan. Pengalaman selama mengikutinya yang susah dicari dimanapun.. Menurutku, jika kita mengikuti sesuatu hanya untuk mendapatkan sertifikat, sungguh sangat sia-sia waktu dan tenaga yang kita luangkan. Hilang tak berbekas dikepala. Sungguh sebuah kebodohan. Padahal, inti sebenarnya dari mengikuti pelatihan, seminar atau bimtek tersebut yaitu bagaimana kita mendapatkan ilmunya, lalu kemudian mengamalkannya kepada orang lain. Hal itulah yang selalu kuyakini. Hal yang  membuatku selalu dan senantiasa haus terhadap ilmu dan melupakan segala hal yang berupa pengakuan diatas kertas. Seperti kata teman sekaligus guruku “Jadilah pengejar Ilmu. Bukan pengejar pengakuan atau nilai” J


#RatihLaenkJohor