Keputusan sementara akhirnya tercipta juga. Keputusan yang terlahir dari sebuah keterpaksaan keadaan.
30 desember 2013 kemarin, sebuah
kabar tidak mengenakkan kudapatkan. Pukul 21.00, setelah berbicara panjang
lebar dengan Bapak Kos, terpilihlah sebuah kata bahwa saya harus pindah. Sebuah kabar yang sangat tidak mengenakkan
dimalam itu. Sangat tidak mengenakan lagi karena sehari sebelumnya saya sudah
menerima kata “acc” untuk memperpanjang waktu di Makassar dari orang tua saya. Dua
orang teman yang pada saat itu tengah makan malam bersama saya, tampak sedikit
kecewa akan hasil yang saya dapatkan. Janji memberikan kabar gembira ke mereka
ternyata batal seiring dengan lahirnya kata pindah tadi. Sambil menunggu mie
ayam kami datang, saya dan juga kedua teman dekat saya tersebut mencari tempat
ntah itu sekedar menitipkan barang milik saya ataukah sebuah tempat kos-kosan
baru untuk saya. Akhirnya, setelah mencari beberapa solusi, diputuskanlah
barang saya hanya akan dititip sementara sampai saya mendapatkan tempat baru. Dititip
dimana? Dititipkan ke salah seorang teman yang baik hati, kalem dan betul-betul
ditakdirkan sebagai penolong saya sementara. Kenapa saya sampai mengatakan hal
itu? Karena pada jam sebelumnya, saya tanpa angin tanpa badai meminta nomor
hape beliau untuk saya save --- saya bukan seorang yang mau meminta nomor
hape dan sayapun termasuk dalam kategori orang yang sangat malas untuk
menyimpan nomor hape. Pikiran saya waktu itu hanya sebatas ingin mengirimkan
sms minta maaf dimalam hari (saya banyak dosanya ke beliau.red) sebelum tidur,
tapi ternyata Allah maunya yang lain. Allah menakdirkan saya mengirimkan sms
permintaan tolong ke beliau. --untuk
mengetahui bagaimana saya sebelum mengirim sms minta tolong, silahkan tanyakan
pada dua orang yang makan mie ayam bersama saya malam itu—(blush).
Setelah makan malam itu, untuk
sementara hal itulah keputusannya. Memindahkan barang tanggal 2 Januari dan
mencari tempat baru sampai tanggal 11 Januari.
31 Desember 2013, saya melihat
seluruh sudut kamar saya. Beberapa titik, dinding catnya sudah terkelupas. Hal itu
tidak lain adalah saksi bisu bagaimana kejamnya tugas besar Ilmu Ukur Tanah semester satu
saya. Mata saya bergerak sedikit, dan singgah sejenak pada tulisan Wall Of
Dream. Saya membaca kembali beberapa target yang belum terpenuhi. Mata saya
lama melihat tulisan Kuliah di Jawa. Pikiran saya mengajak saya berjalan-jalan
ria. Memusingkan beberapa hal. Sampai tibalah saya dikata “Jadi bagaimana?”. Otak
saya berpikir jauh kedepan. 2014 akan bagaimana dan saya akan dimana menjadi
sebuah perbincangan hebat dalam otak saya. Lama saya berbingung-bingung ria
sendirian. Sampai akhirnya saya mengingat kembali pesan Kak Ari Irawan beberapa
waktu yang lalu. Beliau mengatakan ini ke saya : “Ratih, salat istikharah
dululah. Pikir yang matang. Jangan sampai salah pilih keputusan. Tanya lagi
hatinya. Tanya lagi passionnya dimana. Pokoknya, salat dululah. Biar jawabannya
jelas”. Saya kemudian mengingat kejadian-kejadian beberapa hari ini. Keputusan-keputusan
yang saya ambil adalah keputusan sementara. Saya belum melibatkan Allah. Keputusan
yang saya ambilpun masih berdasarkan keinginan sementara saya. Pikiran saya
kembali ke sms seorang teman pada malam harinya yang menyuruh saya untuk
berpikir matang-matang akan keputusan yang nantinya saya ambil. Saya berpikir
terus menerus. Bahkan diatas motor saat mengendara pulang ke rumah pun saya
masih berpikir tentang hal ini. Hahahaha.
-
31 Desember, dirumah. –
Saya masih setia memikirkan hal
tersebut. Perpanjang atau tidak. Kalau diperpanjang sampai kapan? ITS buka 15
januari. Unibraw katanya Februari. Bukannya Maret mau coba ke Kampung Inggris? Hufft.
Saya menarik nafas panjang. Sambil tiduran, saya terus berpikir segala
kemungkinan yang terjadi. Pikiran saya akhirnya menemui jawaban (sementara). Dan
saat ini, itulah yang terbaik. Saya memutuskan untuk mengangkut kembali ke
rumah semua barang saya (kecuali lemari. lemari saya tetap dititip) dan saya
akan mencari jawaban yang terbaik dengan jalan salat Istikharah selama saya dirumah
sampai pada akhir Januari. Segala hal yang selama ini diperdebatkan hati dan
pikiran saya akan terselesaikan di Bulan Januari 2014. Dan segala hal yang akan
saya putuskan nantinya, semoga tidak lagi menjadi sebuah keputusan sementara
dan berasal dari keinginan sementara pula.
Setelah menemui jawaban sementara
itu, saya kemudian berdiskusi dengan Ibu saya dan beliaupun menyetujuinya
dengan tersirat.
Diakhir tahun masehi, disaat hujan
turun begitu derasnya saya berharap tidak pernah menyesali semuanya nanti. :-)
-Terimakasih untuk 2 orang kakak hebat yang mampu menenangkan saya disaat kepusingan melanda malam itu. Terima kasih juga karena telah berhasil membuat saya menurunkan gengsi dalam-dalam sementara. Semoga Allah mengijinkan saya mentraktir kalian makan selain mie ayam nanti. haahahaha-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar