Selasa, 28 Mei 2013

I'm still waiting

Malam itu, saat sedang asyik menonton TV, sebuah pesan masuk di hpku. Tertulis nama Aan, mantan pacarku sebagai pengirimnya. Segera kubuka. “Sombong nih yee” bunyi smsnya. Aku heran bercampur bahagia. Segera kubalas smsnya dengan mengatakan “sombong kenapa?” . “Dipanggil ga noleh. Serius amat bicara dengan Mira” balasnya. “Kapan? Kamu disini?” tanyaku melalui sms. “Tadi sore. Depan rumah kamu. Dipanggil ga noleh. Sombong yah sekarang” balas Aan dari seberang. “Kamu disini? Sejak kapan? Pulangnya kapan?” tanyaku bertubi-tubi. “Iyya. Sejak kemarin. Mungkin besok sore udah balik lagi.” Jawabnya. Aku bahagia bukan main membaca smsnya. Rasa rinduku padanya memuncak. Belum sempat aku membalas smsnya, hpku bergetar lagi. Sms dari Aan. “Put, besok pagi ada waktu ga?  Ketemu yuk. Kangen juga sama kamu” tulis Aan. “ada. Ya udah besok jam 6.00 di pantai seruni gmn?” tanyaku. “Okee siip” balas Aan. Aku loncat-loncat sendirian ditempat tidur melihat sms tanda setuju dari Aan. Ingin rasanya segera bertemu hari esok. Aku membayangkan senyum khas Aan. Meskipun sudah menjadi mantan, entah kenapa aku masih saja berharap pada Aan. “ah, andai saja kamu masih disini, mungkin cerita kita tak berhenti” gumamku sendirian.

Keesokan harinya, tepat pukul 05.30 aku sudah terbangun. Setelah menyelesaikan beberapa kewajiban, aku segera mandi dan bersiap. Terlalu pagi untuk hari Minggu. Setelah semuanya siap, aku meraih hpku dan mencari nama Aan. “An, jadi?” tanyaku melalui sms. Beberapa menit kemudian, sms balasan datang “Iyya. Aku on the way yah” tulis Aan. Segera kuraih kunci motor dan meluncur segera menuju Pantai Seruni. Aku hanya butuh waktu 5 menit menuju pantai. Jarak pantai seruni dan rumahku hanya sekitar 500 meter. aku memarkir motorku dipinggir jalan sambil melihat ke semua sudut mencari sosok Aan. 10 menit lebih aku menunggu, hingga sms Aan datang. “dimana?” tanyanya. “Pinggir jalan depan taman” balasku. 3 menit kemudian, sosok Aan muncul dihadapanku. Dia menggunakan motor, berboncengan dengan seorang cewek. “Sudah lama?” Tanya Aan setelah memarkir motornya. “Lumayan” jawabku pelan. “Siapa?” bisikku. “Sepupuku” jawab Aan. Aku hanya mengangguk pelan. Bersyukur karena ternyata cewek itu adalah sepupu Aan. “Bantaeng sekarang keren yah. Sudah ada anjungannya. Makassar bisa kalah nih” Kata Aan membuka percakapan. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. “ini sudah berapa lama?” Tanya Aan sambil menunjuk anjungan Pantai Seruni. “setahun sepertinya” jawabku. “kok pake sepertinya?” Tanya Aan lagi. “hahaha. Ga yakin soalnya. Aku juga baru pertama kali kesini” kataku. Aan tertawa kecil mendengar jawabku.

 “Kak, ga jalan?” Tanya Aan pada sepupunya. “bentar. Lagi setel dulu” jawab Sepupu Aan. Kulihat tangannya sibuk memainkan setiap tombol dikameranya. “an, berdiri disana coba” panggil sepupu Aan. Aan yang berdiri disampingku berjalan menuju lokasi yang ditunjuk sepupunya. “Okee. Thank you” kata sepupu Aan setelah beberapa kali take. Aan kembali berjalan kesampingku. “oia, lupa. Putri, kenalin sepupuku Kak Dika” kata Aan. Kak Dika, sepupu Aan menoleh sambil tersenyum. “Putri Kak” kataku sambil mengulurkan tangan. “Dika” katanya sambil mengulurkan tangan pula. “ke tengah yuk” ajak Kak Dika. Aku dan Aan mengangguk dan mengikuti kak Dika dari belakang. “Gimana sekolahnya?” Tanya Aan. “Bagus. Kamu?” tanyaku balik. “Sama. Sekarang lagi sibuk persiapan ospek” kata Aan. “tau deh.. yang ketos” kataku sambil tersenyum. “Emang ospeknya kapan?” tanyaku lagi. “Mungkin 20 juni”. “secepat itu?” tanyaku lagi. “Iyya. Memangnya kamu kapan?” Tanya Aan balik. “Ga tau. Tapi mungkin 25 Juni”. “Yee.. itu sih sama aja neng” kata Aan sambil menghamburkan rambutku. “eeehhhh.. gak berubah yah” kataku jengkel. Aan hanya tersenyum lebar. “Kak, aku disini yah” kata Aan kepada Kak Dika. “Okee. Enjoy your time” Balas kak Dika. Kami berduapun duduk di tangga depan Anjungan. Sementara kak Dika berada di Anjungan sambil sibuk mengarahkan bidikan kameranya kesana kemari.

“gimana kabar Ary?” Tanya Aan membuka percakapan. “Baik. Dia sekarang dengan Mira” kataku. “Oh ya?? kok bisa.. hmm,, dasar Ary playboy” kata Aan. Aku tertawa ringan. “sudah tau kalau Amel pindah ke Surabaya?” tanyaku. “Oh, yaa. Kapan?” Tanya Aan balik. “Iyya. Sekitar 2 bulan yang lalu. Dia ikut ayahnya”. “kok Amel ga bilang yah?” Tanya Aan lagi. Aku menaikkan pundakku pertanda tak tahu. Raut wajah Aan sedikit berubah. Mungkin kecewa dengan Amel yang tidak mengabari kepindahannya. Dulu, Amel dan Aan adalah sahabat karib. Dimana ada Aan, disitu pasti ada Amel. Letak rumah mereka yang berdekatan membuat keduanya sangat akrab. Seperti bersaudara. Sebelum pacaran dengan Aan dulu, aku sempat mengira kalau Amel itu adalah pacar Aan.



“sekarang kamu dengan siapa?” Tanya Aan tiba-tiba. Aku tersenyum kecil. “Kamu?” tanyaku. “Kamu dulu donk. Kan aku nanya pertama” kata Aan. Mukanya penasaran. Aku menarik nafas. “Ga ada” kataku pelan. “Ah.. Bohong” kata Aan. “Serius. Setelah kita putus, aku ga pernah pacaran lagi.” Kataku. “Kenapa?” Tanya Aan dengan ekspresi lebih penasaran. “mau tauuuuu aja” jawabku sambil tersenyum. “Huhh.. dasar. Bikin penasaran” kata Aan sambil mengayunkan tangannya ingin memukulku. “Kalau kamu?” tanyaku to the point. Aan terdiam mendengar pertanyaanku. “Kak, gimana?” Tanya Aan sambil teriak pada Kak Dika. “Okee. Nikmati waktumu” jawab Kak Dika. “Kak,” panggil Aan lagi. “Apaan lagi sih An. Lagi focus nih” teriak Kak Dika sambil memotret. Aan kembali duduk disampingku. Aku menatapnya dengan ekspresi meminta jawaban. “Kamu mau minum apa?” Tanya Aan tiba-tiba. “aku ga haus” jawabku. “Aku beli minum dulu yah” kata Aan seraya berjalan menuju PKL. Aku tahu Aan tidak ingin menjawab pertanyaaku dan menghindari kelanjutan topic kami tadi. “nih” kata Aan sambil mengulurkan teh kotak. Aku tersenyum menerimanya. Aan kembali duduk disampingku. Berulang kali ia meneguk minumannya. “An, kamu belum jawab pertanyaanku” kataku pelan. Aan menoleh sebentar kearahku. Ia menarik nafas panjang. Aku bersiap mendengar jawabannya. Entah jawaban yang akan membahagiakan atau tidak. “Sorry Put. Aku sudah punya” kata Aan pelan sekali. Hatiku remuk mendengarnya. Penantianku ternyata sia-sia. Harapanku untuk bisa kembali dengannya pupus sudah. “Sudah berapa lama?” tanyaku dengan nafas sesak. “sudah hampir setahun Put.” jawab Aan pun dengan nada yang pelan sekali. “Namanya juga Putri. Dia seumur dengan kita. Dia ga beda jauh dengan kamu” sambung Aan. Aku menarik nafas panjang. Sesak didada tak terelakkan. Ingin rasanya aku berteriak mengeluarkan semuanya. “Sebenarnya, aku memilihnya karenamu” kata Aan lagi. Aku kaget mendengarnya. “Aku memilihnya, karena dia punya nama dan sifat sepertimu. Aku melihat kamu padanya” sambung Aan. Mendengarnya, kekecewaanku sedikit memudar. “Andai saja kamu mau bersahabat dengan jarak, aku pasti tidak memilihnya” kata Aan lagi. Aku menarik nafas panjang mendengarnya. Mulai menyesal dengan keputusanku mengalah pada jarak.


“An, Put.” Panggil Kak Dika. “Kenapa kak?” Tanya Aan. “Foto bareng” jawab Kak Dika sambil mengayunkan kameranya ke langit. Kamipun berjalan menuju kak Dika. Aku diam seribu bahasa setelah mendengar ucapan Aan tadi. Menyesali semuanya. “aku foto kalian berdua dulu. Biar bisa jadi kenangan” kata kak Dika sambil mengarahkan kami ke posisi yang tepat. “Asal ga di uplod aja kak” kata Aan. “Oh iyya. Hampir lupa. Aku kan berteman dengan Putri” kata kak Dika polos. “Kakaaa” tegur Aan panik. “Astagfirulloh. Sorry-sorry. khilaf” kata kak Dika. Aku tersenyum menutupi raungan hati. “oke. 1,2,3. Once more” kata Kak Dika sambil mengarahkan kameranya ke arahku dan Aan. Sekitar 5 kali aku dan Aan menjadi objek foto Kak Dika. “Kak, bertiga yuk. Ntar ada yang marah” kataku mengajak kak Dika foto bareng. Aan menunduk mendengarku. “okee. Bentar yah. Atur timer kalau  begitu” kata Kak Dika. “okeeyy” kata Kak Dika lagi setelah menekan tombol Shutter pada kameranya. Ia berlari kecil menuju kearah kami yang stand by menjadi objek. “say cheese” kata Kak Dika lagi. Berulang kali Ia berlari bolak balik ke kameranya untuk memastikan kalau foto kami sudah bagus. “okee. Thanks” kata Kak Dika setelah beberapa kali take. “Balik yuk” ajaknya pada Aan. “Ya udah” kata Aan. Aan menoleh ke arahku. Aku tersenyum mengangguk. Meski dalam hati masih ingin melihatnya sedikit lebih lama. “An, Kak Dika beli air dulu. Kamu duluan gih ke motor” kata kak Dika sambil berjalan menuju PKL dipinggir anjungan. Aku dan Aan berjalan menuju lokasi parkir motor kami. Setelah mengeluarkan motorku dan motornya, kami duduk ditepi trotoar menunggu kak Dika datang. “Put” panggil Aan pelan. Aku menoleh ke arahnya. “Jujur Aku belum dapat rasa yang sama dengannya”. “Rasa sayang dan perhatian kamu beda, Put.”. “Kalau saja kamu mau menunggu dan bersahabat dengan jarak. Aku mau kita kembali” kata Aan pelan. Aku tidak percaya mendengarnya. Tapi, kata-kata itu melegakanku. Entah kenapa aku bahagia sekali mendengarnya. Aku menarik nafas. Menjawabnya pelan sambil tersenyum “An, aku bisa mempertimbangkannya kalau kamu sudah selesai”. Raut wajah Aan berubah. Senyumnya mengembang. “2 bulan. Aku selesaikan semuanya 2 bulan” kata Aan bersemangat. Aku mengangguk sambil tersenyum bahagia mendengar janjinya. “Aku bakal kesini 2 bulan lagi. Kamu bisa nunggukan?” tanyanya. Belum sempat aku menjawab, kak Dika sudah muncul. “Yuk, Aan. Om sudah telpon. Kita sudah ditunggu. Katanya semuanya sudah siap ke Ermes” Kata kak Dika. Aan yang mendengar kata Kak Dika, segera membunyikan motornya. “Put, Bisakan?” Tanya Aan sebelum kak Dika naik ke motor. Aku mengangguk dan tersenyum. “Putri, senang bertemu denganmu. Kamu lebih cocok dengan Aan” kata kak Dika sambil mengulurkan tangannya. Aku meraihnya dan tersenyum lebar. “Kami duluan yah” kata Kak Dika lagi. “Hati-hati kak” kataku. Aan menoleh sebentar dan tersenyum sebelum menjalankan motornya. Dari kejauhan kulihat kak Dika masih melambaikan tangannya kearahku. “Aku menunggu,An. Aku menunggu” gumamku dalam hati. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar