Pertanyaan “Kemana saya setelah ini?” kembali mencuat
ke permukaan. Pernyataan Ba’ba tadi pagi yang secara halus sudah meminta saya
untuk melanjutkan pendidikan ke tanah Jawa cukup keras menghantam perisai saya.
Alasan – alasan halus untuk tetap berada disini selama ini, mungkin sudah tidak
lagi masuk akal bagi beliau. Disatu sisi, ntah kenapa aku mulai mempertanyakan
kepada diriku sendiri tentang situasi yang mungkin akan kutemui jika mengambil
keputusan itu.
“Kenapa harus seperti ini?”. “Tidak bisakah aku tetap
tinggal saja disini?”. “Disini mau ngapain? Mau lanjut disini yang ada Cuma
swasta dan pastinya mahal. Yang negeri tidak sejalan dengan yang sekarang”.
“Haruskah lanjut? Atau pilih jalan lain?”. “Kerja atau lanjut dulu?”. “Kalau ke
Jawa, Sanggupkah?” tanyaku pada diri sendiri. Sejumlah mimpi yang selama ini
menguatkanku untuk melangkah ke tanah Jawa perlahan tergerus oleh pertanyaan
yang memintaku untuk tinggal. Dikepalaku berkecamuk banyak hal. Satu sisi,
keahlian yang kuinginkan cuma ada di Universitas – Universitas di Jawa.
Sementara sisi lain, pertanyaan mampukah aku untuk meninggalkan semua yang ada
disini.
“Haruskah kutinggalkan teman-temanku, keluargaku,
Barny, dan juga hobiku?”. “Kalau di Jawa kira-kira bisa dapat yang kayak disini
ga yah?”. “2 tahun itu lama. Kalau tiba-tiba kangen mereka gimana?”. Pertanyaan
demi pertanyaan terus dan terus menggangguku. Aku berada diantara 2 pilihan
yang semuanya menjanjikan kesenangan. Jawa adalah mimpiku dan Makassar adalah
keluargaku.
Yang mana yang harus kupilih? Sementara waktu terus
berjalan dan bulan Februari akan menyapa. Alasan tak logis hanya untuk menunda
tak akan mungkin lagi kuberikan pada Ba’ba.
Ah, sudahlah. Sungguh hidup memang penuh dengan persoalan
pilihan. Sekali anda memilih, maka anda harus menanggung resikonya..
“Life is about the choice. When you take the choice.
You should get the risk”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar