Judul Buku : DISRUPTION
Penulis : Prof. Rhenald Kasali
Penerbit : PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
Tahun terbit : 2017
Tebal Buku : 479 halaman
Tulisan pertama di tahun 2018,
saya awali dengan menepati janji ke Amma dengan mencoba menulis ulasan sebuah
buku yang telah khatam saya baca. Disruption
(479 halaman) karya Prof. Rhenald Kasali. Seorang ekonom Indonesia penggagas Rumah Perubahan.
Btw, sebelum melangkah terlalu
jauh, jika penulisan ulasan ini kurang menarik dan teman-teman gregetan untuk
komentar maka dengan senang hati saya akan menerimanya baik melalui kolom
komentar di bawah, ataukah secara personal melalui email, chat whatsapp atau media lainnya. See you there!
Baik. Mari kita lanjutkan biar
teman-teman tidak penasaran!
Dalam buku ini, Prof. Rhenald
mengajak pembaca untuk lebih mengenal disruption
dan bagaimana polanya.
Bab-bab awal buku ini
menjelaskan tentang disruption dan apa
saja yang telah mendisrupsi serta siapa saja yang terkena dampaknya. Disruption sendiri sepertinya menjalin
hubungan sangat dekat dengan generasi millennials. Membaca bab-bab ini, saya
seolah tertampar, kemana saja saya selama ini dan mengapa saya tidak sadar selama
ini.
Hmm..
Btw, Sebenarnya apa sih Disruption itu?
Prof. Rhenald menjelaskan bahwa disruption adalah sebuah inovasi yang
akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Di era yang serba
teknologi seperti sekarang ini, kehidupan kita sudah sangat dekat dengan
pola-pola disruption. Usaha-usaha startup dalam kurun beberapa tahun
terakhir banyak bermunculan. Siapa yang tak mengenal Alibaba, AirBnB, Kitabisa.com,
traveloka, atau (yang paling sering saya gunakan) GO-Jek atau Grab. Adakah yang
menyadari kalau mereka adalah salah satu pola disruption? Sadarkah kalau inovasi yang mereka kembangkan telah
membawa kita meninggalkan cara-cara lama?
Mari kita tengok, Nasib Para
Operator Taksi (hal. 71, Nasib yang Berbeda).
“In the end, we will remember not the words of our enemies, but the
silence of our friends” – Marthin Luther King, Jr.
Bila nasib baik telah dilewati
oleh para operator telekomunikasi selama menghadapi disruption, hal berbeda
justru tengah dihadapi oleh para operator taksi di seluruh dunia. Anda mungkin
bisa mengendus apa yang tengah terjadi. Sekalipun Anda sangat cinta pada tanah
air, setujukah Anda atas pelarangan operasi taksi online?
(Kalau saya sih tidak! Tarifnya masih
lebih murah. Hahaha)
Akibat serangan disruption, laba
bersih dua perusahaan taksi terbesar di Indonesia turun drastis per September
2016. Pada Juni 2016, Tech Crunch melaporkan kajiannya tentang valuasi
perusahaan-perusahaan transportasi tersebut dan menyebutkan bahwa nilai valuasi
GO-Jek sebesar 1,3 miliar dollar AS (17triliun rupiah) dan Grab sebesar 1,6
miliar dollar AS (20 triliun rupiah). Sementara itu, Blue Bird yang memiliki
sekitar 27 ribu taksi regular, dan ribuan taksi eksekutif serta limosin hanya
dinilai 9,8 triliun rupiah. Padahal kita tahu bahwa GO-Jek sama sekali tak
mempunyai armada, tetapi bermitra dengan 200 ribu pengemudi pemilik kendaraan
di kota-kota besar. (hal. 61, Nasib yang Berbeda)