“I have a crush on you.”
Mungkin, seharusnya kukatakan saja waktu itu kalau aku menaruh perasaan padamu. Saat kita asik menikmati bebalas pesan-pesan remeh temeh. Sayangnya, aku tak jujur. Aku melempar kode, berharap kode tersebut engkau terjemahkan sesuai harapanku. Jika menyusun sintax untuk membuat web saja dirimu bisa, kurasa kodeku saat itu begitu mudah engkau terjemahkan. Sayangnya, aku keliru.
“I have a crush on you”
Mungkin, seharusnya secara eksplisit kukatakan seperti itu padamu. Tapi, aku cukup penakut. Takut jika kukatakan secara gamblang, membuatmu mundur dari tempatmu berpijak saat ini. Menganggapku kakak yang cukup baik menjadi seorang pendengar.
“I have a crush on you”
Mungkin, seharusnya kukatakan saja kalimat itu padamu. Tapi, manusia paling perhitungan ini begitu khawatir akan apa kata orang. Mengkalkulasi berapa banyak orang yang akan menyayangkanmu jika (dan hanya jika) engkau pun menaruh rasa padaku. Tautan usia yang cukup berjarak dan kenyataan engkau lebih muda dariku, membuatku tahu diri. Siapalah aku yang bermimpi mendapatkan perhatianmu?
“I have a crush on you”
Mungkin, seharusnya kukatakan saja padamu. Sayangnya, aku cukup punya muka untuk bercermin. Mantanmu yang kukenal itu, menunjukkan bagaimana tipe perempuan yang engkau inginkan. 180 derajat berbeda denganku. Bahkan, aku pun terkadang berandai ingin menjadi sepertinya. Dibalut kerudung yang panjang, bersikap feminin selayaknya perempuan berkelas.
“I have a crush on you” — mungkin, akan selalu tertahan di bibir, pikiran dan ketikan tanganku, tanpa pernah engkau tahu.
Biarlah…
Jauh lebih baik ia tersembunyi rapat. Tanpa pernah engkau tahu.
04.12.24