M – I January
Minggu
pertama di tahun 2022 ini kuakhiri dengan bertemu teman lama. Di usia yang
sudah melewati seperempat abad dan belakangan dihantui fase second life crisis
(lupa istilah tepatnya apaan L)
siklus pertemanan semakin menipis. Rasanya tidak ada lagi pertemanan baru. Lingkaran
pertemanan baruku hanya teman kuliah saja. Kalau teman kantor? Tak pernah
kuhitung sebagai pertemanan sih karena rasanya memang sudah “diharuskan” masuk
dalam lingkaran pertemanan karena adanya factor business to business. Di
kondisi yang tidak lagi mempunyai lingkaran-lingkaran pertemanan baru, satu
waktu saya termenung bertanya ke diri sendiri siapa saja temanku saat ini. Teman
kuliah? Saya tidak lagi akrab dengan mereka. Teman SMP, SMA? Rasanya tak perlu
ditanya. Apa lagi mereka, rasanya gap frekuensi sudah terlampau jauh. Rasanya sulit
untuk menyamakan bercandaan dan tema obrolan lagi. Satu-satunya lingkaran
pertemanan yang bertahan frekuensinya sejak 2013 hingga sekarang hanya SIGi saja,
dan itupun dengan jumlah yang sangat terbatas. Saya masih ingat, seminggu yang
lalu (31 Desember 2021), di dalam mobil, saya dan Kak Indira sepulang dari
rumah Kak Kiki (salah satu teman SIGi), kami mengobrol tentang pertemanan. Saya
sedikit curhat ke Kak Indi bahwa saat ini pertemananku semakin sedikit dan
hanya bisa dihitung jari. Saya tak memungkiri kondisi bahwa saya orang yang tidak
mampu menjaga pertemanan. Saya tidak terbiasa dengan basa-basi menanyakan kabar
ke teman (bahkan yang sangat akrab dengan saya sekalipun). Saya tidak memiliki
keberanian menelpon/chatting atau hal-hal lainnya hanya untuk sekadar bertegur
sapa. Karena itulah saya meraasa bahwa saya tidak punya teman. Kak Indi yang
mendengarkan saya waktu itu menimpali hal yang sama, dan mengatakan bahwa
mungkin di usia kami saat ini, lingkar pertemanan akan semakin sedikit tapi
justru itu yang membuatnya berharga.
Seminggu
setelah percakapan itu, di rumah kak Hesty saat acara reunian kecil, sambil
menggendong Athaya, Kak Indi sontak menegur saya yang sedang memarinasi daging barbeque.
“tih, banyakji toh temanmu?” sepersekian detik saya tidak sadar maksudnya dan
akhirnya kami berdua tertawa, diikuti Amma yang juga ikut tertawa dan langsung mengerti
arah obrolan kami. Ya, saya masih punya teman yang menjaga saya dan saya pun
menjaganya. Saya masih memiliki teman yang menempatkan saya di level pertemanan
yang sama seperti saya menempatkannya. Pertemanan kami masih berjalan dua arah
meskipun tidak setiap hari kami saling bertukar kabar.
Kegiatan Wajib Sebelum Bubaran |
Ah, rasanya bahagia sekali masih mempunyai lingkaran pertemanan yang tidak hanya saling menjaga, tapi juga saling mendukung dan menyemangati satu sama lain. Semoga terjaga sampai kita tua nanti.
Terima
kasih kalian, ma lop…!