Ramadhan Kaffah.
Saya mengenalnya di tahun 2015. Saat itu Dadan
(Panggilan Ramadhan) datang bersama seorang teman angkatannya yang bernama
Syaiful Fuad dan bergabung bersama kami menjadi keluarga besar PT PLN (Persero)
Sektor Pembangkitan Bakaru. Di waktu perkenalan itu, Dadan terlihat jauh lebih
sopan, memanggil saya dengan sebutan Bu sebelum nama saya pada saat itu.
Perjalanan pun dimulai. Karena proyeksi penempatan
kami sama yaitu tetap di Kantor Sektor, maka hubungan pertemanan muncul begitu
saja. Ditambah beberapa teman lainnya yang turut menjadi anggota keluarga besar
yang baru, kami pun tergabung dalam grup “Campur Sari Muda Mudi”. Grup absurd
yang berisikan anak kelahiran 90-an yang menerima rejeki ditempatkan jauh dari
rumah (kecuali Hajar).
Well, mari kita lanjutkan soal Ramadhan. Tulisan ini
sebenarnya hadiah ulang tahun buat Dadan di tahun 2016. Tapi inspirasi tak
kunjung mendatangi dan baru bisa saya kerjakan hari ini.
Ramadhan, salah satu teman perjalanan yang seru. Kalau
kamu melihat Dadan sekali, kamu pasti hanya menyimpulkan bahwa Dadan anak yang
baik dan ramah. Sayapun mengamini. Jiwa adventure Dadan memang lebih besar.
Bukan hanya laut, gunung pun dia suka (tidak seperti saya yang belum pernah
mencoba naik gunung). Dia lebih senang naik gunung dibanding main ke Pantai.
Katanya, itu karena turunan dari Ayahnya yang juga sangat hobi naik gunung. Dan
mungkin karena kami sama-sama suka explore tempat baru, maka jadilah kami teman
ngobrol yang seru. Membicarakan tempat baru, pengalaman perjalanan
masing-masing sampai ke soal tulis menulis menjadi bahan obrolan kami. Bisa
dibilang, Dadanlah orang pertama di Kantorku yang mengetahui kalau saya sering
menulis di blog dan memiliki sebuah blog. Dan
karena hal itulah dia pengen banget jadi sumber inspirasi dari salah satu
tulisanku. Hahahaha
Jika biasanya orang yang senang mendaki gunung, pasti
senang berolahraga. Maka saya bisa kategorikan Dadan kebalikannya. Meski suka
mendaki, Dadan sangat malas jika diajak berolahraga. Berbagai macam alasan sering
dilontarkan. Jika di hari kerja, alasannya karena kerjaan, maka di week end
alasan utamanya adalah nge-gosok (menyetrika) dan nyuci (mencuci). Dadan juga
termasuk orang yang susah kamu temui di waktu pagi hari saat week end. Ketika
kami semua sudah nongkrong manis dan syantik di Warkop Om Akong (warung kopi
sederhana favorit kami) maka Dadanlah satu-satunya yang masih molor di Kamar
kosnya. Absen pembangkit (apel malam dengan pacar) sampai larut yang dia
lakukan sering menjadi bahan becandaan kami ketika kami sedang kongkow bareng.
Soal pekerjaan, Dadan bisa dibilang produk BPP banget
(maaf ini ga bisa dijelasin). Dadan sangat teratur soal pekerjaan. Terperinci,
hingga anak lulusan D3 sepertiku terkadang tidak ingin mengikuti polanya.
Meskipun saya juga ingin sekali mengikuti pola kerja Dadan, tapi sebagai
lulusan D3 yang memang diciptakan take action banyak, dan berpikir ntar aja
maka kami sering ga match. Bisa dikatakan Dadan adalah tipe orang yang sangat
patuh terhadap suatu konsep, sedang aku termasuk orang yang akan memilih
memotong beberapa tahapan jika memang bisa cepat terselesaikan. Karena pola
kerja Dadan yang seperti itulah menjadikan Dadan sebagai man of the match dibanding dengan aku dan yang lainnya. Menjadi man of the match, yang actually bisa dikategorikan bencana
sebab akan menjadikanmu over load. Beban
kerja Dadan jauh lebih banyak dari kami semua. Kebiasaannya yang tidak bisa
menolak pekerjaan, menjadikannya seorang yang “diandalkan”. Hal ini kadang
menjadi bahan obrolan saya dan teman yang lain. Kami merasa kasian, sebab bagi
kami pekerjaan yang berlebih memang meningkatkan kompetensi, tapi juga bisa
membunuh secara perlahan atau paling tidak dapat membuat kamu tampak 10 tahun
lebih tua dari umur kamu. Dan seperti itulah kondisi Dadan.