Saya terbangun
di pagi hari minggu yang cerah dengan kondisi yang sangat malas gerak. Dinginnya
AC di kamar membuat saya enggan membuka mata dan bergerak untuk beraktifitas. Akhirnya,
pukul 07.30 saya benar-benar sudah terbangun, mulai beraktifitas dan bermain
dengan keponakan saya. Menengok handphone yang tergeletak di kamar sebelah,
beberapa whats app dari teman sekantor berdatangan yang mengatakan kalau mereka
sudah di Makassar. Rencana untuk menonton konser Urban GiGs yang mendatangkan
Payung Teduh terealisasi. Teman-teman (terutama Dadan) begitu bersemangat untuk
menonton band indie favorit yang kata orang lagunya meneduhkan.
Pukul 13.30
setelah menyerahkan motor kepada Ba’ba, saya akhirnya bertemu dengan Mas Farid
dan Dadan (teman sekantor) di tempat janjian kami, McD Alauddin. Saya menengok
jam tangan sebentar, janjian dengan teman seangkatan pln yang lama tak bertemu
sudah lewat jauh. Beruntung, meski begitu teman-teman saya tetap mau bertemu
dan saling memecah rindu. Saya akhirnya meminta mas Farid untuk menurunkan saya
duluan di MP, untuk menepati janji saya bertemu dengan dua teman seangkatan. Alhamdulillah,
mas Farid dan Dadan pengertian dan membolehkan saya untuk duluan sedangkan
mereka berangkat menjemput teman lainnya yang juga akan ikut menonton Payung
Teduh dan ikut rombongan menonton film Deep
Water Horizon bersama yang lainnya. Setelah sempat berputar mall, akhirnya
saya bertemu dengan kak Ayu dan kak Muhe, teman seangkatan PLN yang sudah lama
tak bertemu. Terakhir kali bertemu bertiga (juga dengan yang lainnya), dua
tahun yang lalu, sehari sebelum penempatan kami. Bingung mau nongkrong dimana,
kami akhirnya memilih untuk duduk dan menikmati sajian minum dan makanan di Excelso. Excelso menjadi pilihan dengan
sejumlah pertimbangan-pertimbangan promo yang bisa didapatkan dengan
menggunakan kartu debit mandiri. Pertimbangan dari Kak Muhe yang sumpah bikin
ngakak kami bertiga. Kelucuan kak Muhe ternyata tidak pernah berubah. Selalu saja
tidak bisa diduga. Setelah duduk sebentar, kamipun memesan makanan dan minuman.
Disini, lagi-lagi kak Muhe membuat kami tertawa. Karena promo yang ditawarkan
harus minimal transaksi 250.000 rupiah, maka kak Muhe mengambil inisiatif untuk
memesan cemilan yang lengkap dengan pertimbangan harga bisa mencapai minimal
transaksi yang disyaratkan. Lalu, Ia kembali memesan minuman. Pilihannya jatuh
ke Kopi Luwak dengan harga 110.000 rupiah. Satu hal yang membuat kami tertawa
karena setelah memesan kopi tersebut, kak Muhe tidak berhenti mengatakan kalau
kopi ini adalah kopi mahal pertama yang Ia pesan. Mencoba minumannya, Ia tak
henti-hentinya mengatakan kalau kopinya special dan memang kopi luwaknya berbeda dengan kopi lainnya yang dijual
dipasaran, “enak karena mahal” katanya. Kami
mengobrolkan banyak hal, mulai dari kerjaan, kuliahku, cinta, dan topik paling
hot adalah MENIKAH. Diantara kami memang belum ada seorangpun yang menikah,
maka mengejek satu sama lain dengan menyuruh menikah adalah candaan wajib. Diakhir
perjumpaan kami yang hanya tiga jam, kak Muhe kembali membuat kami tertawa
lepas dengan tingkahnya. Ia yang berniat ingin membayar makanan dan minuman
kami, mengambil tempat yang salah untuk mengantri. Ia malah mengantri di kasir The Coffee Bean, dan baru menyadarinya
setelah kasir Coffee Bean menunjukkannya
dimana letak kasir Excelso. *gubraak*.
Pertemuan yang sebentar kami dengan dominasi sejumlah kekocakan sang calon MB
Keuangan.
Bersama Kak Muhe dan Kak Ayu |
Setelah bersama
kak Muhe dan Kak Ayu, saya akhirnya
bergabung di J.Co dengan teman
sekantor yang telah selesai menonton film Deep
Water Horizon. Kembali nongkrong membahas apapun soal kerjaan, cewek,
sampai kekonyolan-kekonyolan masing-masing. Pukul 19.00 kami akhirnya bergeser
dari Mall Panakkukang untuk segera merapat di Benteng Rotterdam, tempat
dilaksanakannya konser Urban GiGs. Sempat berpikir kalau kami sudah terlambat,
ternyata kedatangan kami masih bisa ditolerir karena Payung Teduh sama sekali
belum tampil. Payung Teduh di plot untuk mengisi part akhir dari acara
tersebut. Registrasi sebentar, kamipun perlahan merengsek masuk ke titik
terdekat panggung. Beruntung Dedy dan Firman mendapatkan spot duduk untuk kami,
yang masih bisa dibilang dekat dengan panggung. Tempat kami meski tidak pas di
tengah, tapi kami masih mampu melihat rambut pendek Om Is dan juga tampannya
sang bassist arab Payung Teduh. Duduk
sejam, Payung Teduh belum juga tampil. Beberapa band lokal turut andil
memeriahkan acara ini. Band-band indie lokal cukup menghibur, tapi tetap saja
yang paling ditunggu semua orang adalah penampilan om Is dkk. Pukul 20.30, yang
ditunggu akhirnya naik panggung. Tepuk tangan membahana seketika. Membuka penampilannya
dengan lagu Menuju Senja, om Is sukses membuat semua orang tenggelam dengan
syair-syairnya. Riuh ramai suara penonton turut mengalun bersama suara om Is. Meski
saya hanya Fans karbitan Payung Teduh, tapi lantunan syair payung teduh memang
mampu meneduhkan siapa saja yang mendengarnya. Penampilan om Is yang kece badai
ditutup dengan lagu Angin Pujaan Hujan yang sumpah bikin baperan abis. Saya yang
baru pertama kalinya menonton konser (gratisan pula) cukup menikmati sensasi
keteduhan itu. Hanya asap rokok dari para smookers
yang mengganggu hikmatnya alunan musik Payung Teduh. Satu hal yang saya
sesali adalah kenapa saya harus menonton konser Payung Teduh tanpa kekasih. Lagu
Berdua Saja dan Untuk Perempuan yang sedang Di Pelukan sukses membuat saya
kangen berat dengannya yang sedang berada jauh di Utara Sulawesi. Jadinya baperan
abis deh. Huhuhuhu
Di tengah konser UrbanGiGs #generationG |
Hari minggu
saya yang panjang dan berkesan ditutup sudah dengan senyuman penuh kesyukuran. Satu
lagi keinginan tercapai di 2016 ini. –menonton konser terbuka adalah salah satu
impian saya sejak dulu, yang baru bisa terwujud karena lelaki yang bersamaku
sekarang tidak sebawel yang dulu-dulu.hahaha”
Minggu, 02 Oktober 2016
Bersama sahabat